Beranda | Artikel
Apakah Para Dai, Penulis Kitab Menerima Upah Atas Pekerjaannya?
Rabu, 9 September 2015

APAKAH PARA DAI, PENULIS DAN PEMATERI MENERIMA UANG ATAS PEKERJAANNYA? APAKAH DIA AKAN MENDAPATKAN PAHALA DI HARI KIAMAT?

Pertanyaan
Seorang laki-laki atau wanita bekerja dalam dakwah dan menulis buku. Apakah dia diperbolehkan mengambil keuntungan dari buku agama yang ditulisnya –setelah biaya percetakan- atau (mengambil) upah dari ceramah atau mengajarkan agama kepada seseorang? Apakah pahalanya berkurang nanti di hari kiamat?

Jawaban
Alhamdulillah.

Pertama, diperbolehkan  mengambil upah dari tulisan buku Islam, memberikan kajian yang bermanfaat atau mengajarkan agama menurut pendapat yang kuat. Pembolehannya lebih kuat dikala dia membutuhkan dana.

Diantara dalil pembolehan adalah,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ : هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ [أي : قطيع من الغنم] فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ ، وَقَالُوا : أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا ؟! حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ ) رواه البخاري ( 5405 ) .

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma sesungguhnya sekelompok dari shahabat Nabi sallahau’alaihi wa sallam turun di suatu lembah dimana diantara mereka ada yang terkena sengatan, seorang penduduk dari lembah menawarkan kepada mereka dengan mengatakan, ‘Apakah ada diantara anda orang ahli meruqyah karena ada orang dari lembah terkena sengatan. Maka salah seorang diantara mereka pergi maka dibacakan surat Al-Fatihah dengan imbalan seekor kambing. Kemudian sembuh, dan dia membawa kambing ke teman-temannya. Sementara mereka kurang suka. Dan mereka mengatakan: “Apakah anda mengambil upah dari Kitab Allah? Sampai mereka datang di Madinah dan mengatakan: “Wahai Rasulullah, (dia) mengambil upah dari Kitab Allah. Maka Rasulullah sallallahahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang paling berhak anda ambil upah adalah dari Kitab Allah.” [HR. Bukhori, 5405]

Makna kata ‘Marru bi maain’ adalah kaum yang turun di lembah.

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه قَالَ : (أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ : إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ ، فَقَالَ رَجُلٌ : زَوِّجْنِيهَا قَالَ : أَعْطِهَا ثَوْبًا ، قَالَ : لَا أَجِدُ قَالَ : أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ ، فَاعْتَلَّ لَهُ ، فَقَالَ : مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ؟ قَالَ : كَذَا وَكَذَا قَالَ : فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ) . رواه البخاري ( 4741 ) ومسلم ( 1425 )

Dar Sahal bin Saad radhiallahu’anhu berkata, ada seorang wanita datang kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untuk Allah dan RasulNya. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, ‘Saya tidak membutuhkan wanita. Ada seseorang berkata: “(Tolong) nikahkan dia denganku. Berkata (Nabi), ‘Berikan dia baju. (orang tadi) berkata, ‘Saya tidak mempunyai.’ Berkata, Berikan dia meskipun dengan cincin dari besi. Maka dia bersedih (karena tidak mendapatkannya). Berkata (Nabi), ‘Apakah anda mempunyai (hafalan) Al-Qur’an? Dia berkata, ‘Begini dan begini.’ (Nabi) bersabda, ‘Sungguh saya telah menikahkan anda dengan dia dengan Al-Qur’an yang anda punya.’ [HR. Bukhori, 4741. Muslim, 1425].

Makna kata ‘Fa’talla lahu’ adalah sedih dan menyesal karena dia atau sakit karena tidak mendapatkan.

Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam haditst ini sebagai dalil diperbolehkan memberikan mahar dengan mengajarkan AL-Qur’an dan diperbolehkan menyewa untuk mengajarkan Al-Qur’an. Keduanya diperbolehkan menurut Syafi’i, dan ini juga pendapat Atha’, Hasan bin Sholeh, Malik, Ishaq dan selain dari mereka. Sebagian kelompok melarangnya, diantaranya adalah Az-Zuhri dan Abu Hanifah. Hadits ini dan hadits yang shoheh ( إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ )  Sesungguhnya yang layak untuk anda ambil upahnya adalah Kitab Allah’ sebagai bantahan bagi pendapat yang melarang akan hal itu. dinukilkan dari Al-Qodi Iyad bahwa diperbolehkan menyewa untuk mengajarkan Al-Qur’an dari seluruh ulama’ selain Abu Hanifah [Syarkh Muslim, 9/214, 215.]

Hanafiyah diantara mereka memberikan alasan bahwa mengambil upah dalam mengajarkan Al-Qur’an dengan mengatakan, ‘Karena mengajarkan Al-Qur’an adalah ibadah dan kewajiban agama, maka tidak diperbolehkan mengambil upah atasnya. Dan mereka memperbolehkan mengambil upah dari pengobatan ruqyah.

Ibnu Battol rahimahullah berkata: “Sementara perkataan Tohawi, bahwa mengajarkan Al-Qur’an yang satu dengan lainnya adalah fardu, itu salah. Karena belajar Al-Qur’an bukan wajib, bagaimana dengan mengajarkannya. Sesungguhnya yang wajib untuk dipelajari setiap orang adalah untuk mendirikan shalat, selain itu adalah utama dan sunnah. Begitu juga mengajarkan shalat sebagian kepada sebagian lainnya tidak wajib kepada mereka, akan tetapi fardu kifayah. Dan tidak ada perbedaan antara upah meruqyah dan mengajarkan Al-Qur’an. Karena semuanya ada manfaatnya. Sementara sabda sallallahu’alaihi wa sallam ( إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ )Sesungguhnya yang lebih berhak untuk anda ambil upahnya adalah Kitab Allah’ itu umum, termasuk di dalamnya diperbolehkan mengajarkan dan lainnya. Maka pendapat mereka jatuh (tidak terpakai). [Syarkh Shahih Bukhori, 6/ 405, 406]

Ulama’ Al-Lajnah Ad-Daimah wal Ifta’ berkata: “Anda diperbolehkan mengambil upah dari mengajarkan Al-Qur’an. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahkan seseorang dengan wanita (maharnya dengan) mengajarkan kepadanya apa yang dimiliki dari Al-Qur’an. Dan hal itu adalah sebagai maharnya. Dan shahabat mengambil upah atas kesembuhan dari sakit orang kafir disebabkan meruqyah dengan Al-Fatihah. Hal itu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan,

إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ

Sesungguhnya yang lebih berhak anda ampil upahnya adalah Kitabullah.’ [HR. Bukhori dan Muslim]

Yang dilarang adalah mengambil upah terhadap bacaan Al-Qur’an itu sendiri dan meminta orang untuk membacanya.

Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Gudayyan, Syekh Abdullah Qa’ud. ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 15/ 96.

Kedua, sementara kurangnya pahala akhirat dikarenakan mengambil upah di dunia, tidak menghalangi hal itu. sehingga pahala orang yang tidak mengambil upah itu lebih sempurna dan lebih besar. Telah ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sesungguhnya beliau bersabda:

(مَا مِنْ غَازِيَةٍ تَغْزُو فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُصِيبُونَ الْغَنِيمَةَ إِلَّا تَعَجَّلُوا ثُلُثَيْ أَجْرِهِمْ مِنْ الْآخِرَةِ وَيَبْقَى لَهُمْ الثُّلُثُ وَإِنْ لَمْ يُصِيبُوا غَنِيمَةً تَمَّ لَهُمْ أَجْرُهُمْ) رواه مسلم (1906)

Tidaklah orang yang berperang di jalan Allah, dan mendapatkan gonimah (barang rampasan) melainkan telah dipercepat dua pertiga pahalanya dari pahala akhirat. Tinggal baginya sepertiga. Kalau mereka tidak mendapatkan gonimah, maka pahala mereka telah sempurna.” [HR. Muslim, 1906]

An-Nawawi rahimahullah berkata: “Sementara arti hadits, yang benar dan tidak boleh (diartikan) yang lainnya. Bahwa pejuang kalau selamat dan mendapatkan ghonimah, maka pahalanya berkurang dibandingkan yang orang yang tidak selamat atau selamat tapi tidak mendapatkan gonimah. Bahwa ghonimah adalah bagian dari pahala peperangannya. Kalau mereka mendapatkannya, maka disegerakan dua pertiga pahalanya yang didapatkan dari peperangan. Sehingga ghonimah ini bagian dari pahala. Ini sesuai dengan hadits shoheh yang terkenal dari shahabat seperti ungkapan ‘Diantara kita ada yang meninggal dan belum memakan sedikitpun pahalanya dan diantara kita ada yang menunggu ranum kurmanya maka dia memetiknya’. Yang kami sebutkan ini adalah yang benar, yang nampak dari hadits. Tidak ada hadits shoheh yang tegas menyalahi ini. Maka (artinya) harus seperti apa yang kami sebutkan.”

Mungkin pembagian pengajar, penulis, para dai yang mengambil upah atas tulisan, ceraman dan pengajian terbagi menjadi dua macam.

  1. Mereka bermaksud upah yang didapatkan dari uang untuk membantu dalam ketaatan kepada Allah. Sementara maksud asalnya adalah menyebarkan ilmu, menghilangkan kebodohan dikalangan manusai, meninggikan bendera Islam di setiap tempat. Sementara apa yang didapati dari menfaat duniawi, sekedar mengikutinya bukan tujuan asli. Mereka mendapatkan pahala di akhirat.
  2. Mereka bermaksud menyebarkan tulisan, melakukan amalan dakwah dan pengajaran. Untuk mendapatkan manfaat duniawi dari permulaan sampai akhir. Sehingga mereka melakukan semua ini hanya karena harta, maka mereka tidak mendapatkan pahala dari amalan itu. karena mereka hanya ingin mendapatkan dunia.

Syeikhul Islam rahimahullah berkata: “Kumpulan dari ini semua, yang disunnahkan adalah mengambil (yakni harta) untuk melaksanakan haji. Bukan karena haji agar mendapatkan (uang). Hal ini untuk semua rezki yang didapatkan dari amalan sholeh. Barangsiapa yang mendapatkan rizki agar dapat belajar, mengajar atau berjihad, maka itu adalah baik. Sebagaimana telah ada dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

( مَثَلُ الَّذِينَ يَغْزُونَ مِنْ أُمَّتِي وَيَأْخُذُونَ أجورهم مثل أُمِّ مُوسَى تُرْضِعُ ابنها ، وَتَأْخُذُ أَجْرَهَا )

Perumpamaan orang yang berperang dari umatku dan mengambil upahnya seperti ibunya Musa menyusui anaknya dan beliau mengambil upahnya“.

Diperumpamakan dengan orang yang melakukan amalan karena keinginannya seperti keinginan ibunya nabi Musa dalam menyusui. Berbeda dengan orang yang disewa untuk menyusuinya kalau itu orang asing.

Sementara orang yang bekerja dalam bentuk amalan sholeh agar mendapatkan rizki, ini termasuk amalan dunia. Maka berbeda antara agama adalah tujuannya sementara dunia sebagai sarana. Dan dunia sebagai tujuan sementara agama sebagai sarana. Yang nampak bahwa (kalau tujuannya dunia) di akhirat tidak mendapatkan bagian. Sebagaimana nash-nash menunjukkan hal itu. dan bukan disini tempat (untuk menguraikannya).” [Majmu’ Al-Fatawa, 26/ 19, 20].

Yang menunjukkan pendapat ini beberapa hadits, diantaranya:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الدَّيْلَمِيِّ أَنَّ يَعْلَى ابْنَ مُنْيَةَ قَالَ : آذَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْغَزْوِ وَأَنَا شَيْخٌ كَبِيرٌ لَيْسَ لِي خَادِمٌ فَالْتَمَسْتُ أَجِيرًا يَكْفِينِي وَأُجْرِي لَهُ سَهْمَهُ ، فَوَجَدْتُ رَجُلًا فَلَمَّا دَنَا الرَّحِيلُ أَتَانِي فَقَالَ : مَا أَدْرِي مَا السُّهْمَانِ وَمَا يَبْلُغُ سَهْمِي فَسَمِّ لِي شَيْئًا كَانَ السَّهْمُ أَوْ لَمْ يَكُنْ فَسَمَّيْتُ لَهُ ثَلَاثَةَ دَنَانِيرَ ، فَلَمَّا حَضَرَتْ غَنِيمَتُهُ أَرَدْتُ أَنْ أُجْرِيَ لَهُ سَهْمَهُ فَذَكَرْتُ الدَّنَانِيرَ فَجِئْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْتُ لَهُ أَمْرَهُ فَقَالَ : ( مَا أَجِدُ لَهُ فِي غَزْوَتِهِ هَذِهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا دَنَانِيرَهُ الَّتِي سَمَّى ) رواه أبو داود ( 2527 ) وصححه الألباني في ” صحيح أبي داود

Dari Abdullalh Ad-Dailamy bahwa Ya’la bin Munayyah berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mengumumkan untuk berperang sementara saya sudah tua tidak punya pembantu. Saya mencari pembantu untuk membantuku dan saya berikan upah bagian dari ganimah (sahm) untuknya. Saya dapatkan seseorang, ketika hendak berangkat. Dia mendatangiku dan berkata, ‘Saya tidak tahu apa dua sahm (bagian dari ghonimah perang) dan apa yang sampai kepadaku dari bagianku. Tolong sebutkan sesuatu untuk bagianku atau tidak (disebutkan). Maka saya sebutkan bagiannya tiga dinar. Ketika telah datang ghonimah, saya ingin memberikan bagian kepadanya, saya teringat tiga dinar. Maka saya mendatangi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan saya ceritakan kepada beliau masalahnya, kemudian beliau bersabda: ‘Saya tidak dapatkan bagian dia di peperangan ini baik bagian di dunia maupun di akhirat kecuali tiga dirham yang telah di sebutkan.” [HR. Abu Dawud, 2527 dan dishohehkan oleh Al-Bany di Shoheh Abu Dawud].

Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad hafdhohullah berkomentar, ‘Yakni tidak diberikan sedikitpun dari ghonimah, karena dia telah bersepakat dengannya sebesar itu. begitu juga dia tidak mendapatkan apapun di akhirat. Karena dia berjihad bukan karena Allah, dia keluar karena ingin mendapatkan upah. ‘[Syarkh Sunan Abu Dawud, 13/439 ikut nomer Syamilah].

وعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَا أَجْرَ لَهُ ) فَأَعْظَمَ ذَلِكَ النَّاسُ ، وَقَالُوا لِلرَّجُلِ : عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَعَلَّكَ لَمْ تُفَهِّمْهُ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا فَقَالَ : ( لَا أَجْرَ لَهُ ) فَقَالُوا لِلرَّجُلِ : عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ : ( لَهُ لَا أَجْرَ لَهُ ) .
رواه أبو داود ( 2516 ) وحسَّنه الألباني في ” صحيح أبي داود

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa seseorang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, seseorang ingin berjihad di jalan Allah sementara dia menginginkan bagian dari dunia, maka Rasulullah sallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Dia tidak mendapatkan pahala.’ Orang-orang merasa berat hal itu. Orang-orang mengatakan kepada seseorang, kembalilah kepada Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam kemungkinan anda belum faham. Orang tersebut bertanya, ‘Wahai Rasulullah, seseorang ingin berjihad di jalan Allah sementara dia menginginkan bagian dari dunia, maka Rasulullah sallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Dia tidak mendapatkan pahala.’ . Orang-orang mengatakan kepada seseorang, kembalilah kepada Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam, dia bertanya yang ketiga kali dan beliau mengatakan: “Dia tidak mendapatkan pahala.’ [HR. Abu Dawud, 2516 dihasankan oleh Al-Bany di Shoheh Abu Dawud]

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengomentari: “Telah kami sebutkan sebelumnya hadits-hadits yang menunjukkan bahwa seseorang yang berjihad bertujuan mendapatkan bagian dunia bahwa ‘Dia tidak mendapatkan pahala’ dimaksudkan bahwa dia berjihad tidak lain menginginkan dunia.’ [Jami’ Al-Ulum wal Hikam, 1/17]

Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah berkata: ‘Yang menjadikan dia melakukan jihad adalah hanya mendapatkan (balasan) dunia semata baik ghonimah atau upah. Mungkin maksudnya itu adalah niatannya hanya dunia semata tidak menginginkan untuk meninggikan kalimat Allah.’ [Syarkh Sunan Abi Dawud, 13/417. Sesuai nomer Syamilah].

Untuk tambahan faedah silahkan melihat soal jawab no. 134154.

Wallahu’alam .

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4193-apakah-para-dai-penulis-kitab-menerima-upah-atas-pekerjaannya.html